TOPJURNALNEWS.COM - Demisioner Badan Eksekutif Mahasiswa Nusantara (BEM Nus) Wilayah Deli Serdang menyoroti rencana revisi Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang membahas kewenangan kejaksaan. Salah satu yang juga menjadi perhatian yaitu terkait asas dominus litis atau pengendali perkara.
“Ada beberapa hal yang perlu dicermati dalam rancangan KUHAP tersebut, salah satunya menyangkut asas Dominus Litis yang memberikan kewenangan kepada lembaga penegak hukum untuk menentukan jalannya suatu perkara pidana. Jika asas tersebut diterapkan, kemungkinan terjadi pelanggaran terhadap prinsip negara hukum, terutama persamaan kedudukan di muka hukum bagi setiap orang,” ujar Demisioner Ketua BEM Nus Wilayah Deli Serdang Agus Riswandi.
Menurutnya, ada beberapa poin-poin penting yang harus diperhatikan dalam rancangan KUHAP yang baru.
“Pertama, memastikan asas peradilan yang sederhana, cepat, dan berbiaya murah. Kedua, memanfaatkan teknologi dalam proses hukum. Ketiga, merekonstruksi ulang pihak-pihak yang dilibatkan dalam penegakan hukum pidana,” ungkapnya.
Ia juga menyoroti perlunya pembahasan yang lebih hati-hati terkait asas Dominus Litis dalam revisi KUHAP maupun Undang-Undang Kejaksaan.
“Dengan asas tersebut, kejaksaan memiliki kewenangan untuk menentukan jalannya perkara, termasuk menetapkan tuduhan, pembuktian, dan argumen hukum,” ujarnya.
Ia menilai revisi tersebut berpotensi melemahkan sistem hukum di Indonesia dan membuka celah bagi penyalahgunaan kewenangan oleh jaksa.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa dalam sistem peradilan pidana terdapat beberapa subsistem, seperti kepolisian untuk penyidikan, kejaksaan untuk penuntutan, serta pengadilan yang berperan memutuskan perkara dan menjadi eksekutor.
“Semua lembaga tersebut harus bersinergi. Sistem harus ditopang oleh subsistem yang sederajat karena jika ada dominasi kewenangan, potensi penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan akan sangat besar,” tambah Riswandi.
Beliau menilai, bahwa asas dominus litis yang memberikan kewenangan penuh kepada kejaksaan dalam menentukan kelanjutan suatu perkara berpotensi merusak sistem hukum di Indonesia.
Menurutnya, asas ini adalah pedang bermata dua yang bisa membawa konsekuensi serius jika tidak diterapkan secara objektif dan bertanggung jawab.
"KUHP yang lama masih memberikan ruang bagi publik untuk ikut berperan dalam menentukan jalannya penegakan hukum. Sekarang, negara melalui kejaksaan justru mendapatkan porsi yang semakin besar dalam mengontrol jalannya perkara. Ini berpotensi menimbulkan ketimpangan dan membatasi hak warga negara untuk mendapatkan keadilan secara lebih transparan dan demokratis," jelasnya.
Riswandi menegaskan bahwa masyarakat harus tetap kritis terhadap penerapan asas dominus litis.
Ia menekankan bahwa hubungan antara negara dan warga negara harus berjalan dalam keseimbangan, bukan dalam dominasi sepihak yang memberikan ruang besar bagi negara untuk mengkooptasi hak warga negara.
"Kita harus terus mengawasi bagaimana asas ini diterapkan. Jangan sampai hukum menjadi alat bagi kekuasaan untuk mengendalikan masyarakat secara sewenang-wenang. Hukum seharusnya menjadi instrumen keadilan, bukan alat penindasan," pungkasnya.
Atas dasar itu, Demisioner BEM - Nus wilayah Deli Serdang tersebut menyatakan sikap bahwa BEM Deli Serdang dengan tegas menolak revisi KUHAP yang dinilai tidak sejalan dengan prinsip-prinsip/aturan hukum yang berlaku.
“Kami, Badan Eksekutif Mahasiswa Nusantara Wilayah Deli Serdang , dengan tegas menolak revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tersebut,” tutupnya.(Ril)